Kamis, 01 Mei 2014

Mengelola Stres

TIPS JITU MEGELOLA STRES DALAM ORGANISASI

    Setiap individu pasti pernah mengalami masalah dalam pekerjaanya, dengan kelompoknya, dengan keluarganya, bahkan dengan kepribadianya. Apabila permasalahan itu tidak dapat diselesaikan, maka akan membuat stres pada individu tersebut, begitu pula sebaliknya. Pembahasan ini akan mengkaji cara mengatasi stres yang mempengaruhi kelompok organisasi.

A.     Pengertian Stres
Menurut Ivancevich (2006) yang dimaksud stres adalah suatu respons adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan khusus kepada seseorang. Sedangkan menurut Robbins (2003) stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala (contrains), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.  Definisi lain tentang stres menurut Greenberg dan Baron dalam Ferijani dan Rahutami (2001) mendefinisikan stres sebagai bentuk reaksi emosional dan fiscal yang muncul dalam menanggapi tuntutan dari dalam ataupun dari luar organisasi. Stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, namun stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan peluang bila stres itu menawarkan perolehan. Stres terkait dengan kendala dan tuntutan bisa mencegah dan mengacu pada sesuatu yang diinginkan.
Stres atau tekanan adalah terminologi umum untuk menunjukkan adanya perasaan tertekan kepada kehidupan karyawan. Kehadiran stres dalam pekerjaan tidak dapat dihindarkan dalam berbagai jenis pekerjaan. Individu memberikan reaksi yang berbeda-beda dalam  mengahadapi stres.  Stres merupakan dampak penting dari interaksi antara pekerjaan dalam organisasi dan individu.
Menurut Hasibuan (2007) stres kerja adalah status kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi marah, agresif, tidak dapat rileks, atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif.
Gejala-gejala stres yang tampak adalah kegugupan dan tertekan, kekhawatiran yang sering terulang-ulang, tidak sanggup rileks, merokok atau minum alkohol secara berlebihan, mengalami masalah dengan tidur, sikap tidak bersedia berkerjasama, perasaan tak sanggup menyelesaikan sesuatu, ketidakstabilan emosional, mengalami masalah pencernaan dan tekanan darah tinggi (Rivai: 2006).
Tidak dapat disangkal bahwa stres yang tidak teratasi dapat berakibat pada apa yang dikenal dengan “burnout”, yaitu suatu kondisi mental emosional serta kelelahan fisik karena stres yang berlanjut tidak teratasi. Jika hal ini terjadi, dampaknya pada kinerja akan bersifat negatif. Pada tingkat tertentu stres itu diperlukan. Kalangan ahli juga berpendapat bahwa pabila tidak ada stres dalam pekerjaan seseorang tidak akan merasa ditantang dengan akibat bahwa kinerja seseorang dalam organisasi akan rendah sehingga produktivitas organisasi tidak akan bermutu. Sebaliknya dengan stres, seseorang merasa perlu menggerakkan kemampuannya untuk berprestasi tinggi sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap organisasi dan meningkatkan produktivitas organisasi. 

B.    Potensi Sumber Stres
Dalam dunia kerja muncul berbagai masalah sehubungan dengan pekerjaan dan kondisi-kondisi yang dapat memicu munculnya stres. Baik disadari maupun tidak, pekerjaan yang dilakukan seseorang misalnya beban pekerjaan dan deadline waktu dari atasan, overload  atau underload pekerjaan.  Masalah stres  sangat terkait dengan produktivitas kerja karyawan/pekerja. Stres kerja banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari dalam maupun luar organisasi. Oleh karena itu, setiap karyawa/pekerja perlu menyadari keberadaanya dan memahami bagaimana cara  menghadapinya. Kesadaran dan pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman mengenai cara-cara menghadapinya menjadi sangat penting sekali bagi karyawan/pekerja dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan produktif dan demi kesehatan karyawan itu sendiri.
Menurut Robbins (2003) membagi tiga kategori potensi penyebab stres yaitu lingkungan, organisasi, dan individu. Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi dalam perancangan struktur organisasi. Ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para individu (karyawan/pekerja) dalam suatu organisasi. Lebih lanjut Robbins (2003) berpendapat bahwa struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan/pekerja merupakan potensi sumber stres. Selanjutnya Robbins (2003) memaparkan bahwa survey yang dilakukan secara konsisten yang telah dilakukan menunjukka bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sebagai suatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, retaknya hubungan, dan kesulitan disiplin anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan/pekerja dan apat terbawa ke tempat kerja. Masalah ekonomi yang dialami oleh individu merupakan perangkat kesulitan pribadi lain yang dpat menciptakan stres bagi karyawan/pekerja.
Faktor-faktor organisasional diketahui mempengaruhi stres karyawan/pekerja di tempat kerja. Faktor-faktor ini biasanya disebut sebagai penyebab stres organisasional karena faktor-faktor ini sebagai salah salah satu pemicu berbagai reaksi akan munculnya stres. Dari berbagai sumber stres organisasional, terdapt lima variabel yang merupakan sumber stres yaitu konflik, tersendatnya karir, persaingan, kelebihan beban kerja, dan lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Menurut Singer dalam Mardiana dan Muafi (2001) ada tiga klasifikasi penyebab stres, antara lain, organizational stressors yang secara langsung terkait dengan lingkungaan kerja dan fungsi secara langsung dengan pekerjaan. Kedua, life events yang tidak dipengaruhi oleh aspek organisasi tetapi lebih didominasi dari peristiwa kehidupan individu. Ketiga, individual stressors terkait dengan karakteristik yang dimiliki masing-masing individu dalam memandang lingkungannya.
Menurut Soewondo (2010) meneliti sumber stres pada 300 pegawai yang bekerja di perusahaan swasta , yang merupaka sumber stres adalah tempat dan kondisi kerja, ruangan terlalu kecil, panas, tidak cukup penerangan, iri pekerjaan, batas waktu, beban kerja, tekanan kerja, syarat-syarat karir, promosi yang tidak jelas, masalah apresiasi, hubungan interpersonal, konflik dengan teman, dan tidak ada dukungan dari kolega dan cara memimpin.
Cary Cooper dan Alison Straw dalam (Umar, 2004) mengemukakan bahwa gejala stres dapat dilihat dari tiga sisi, antara lain:
1.    Gejala fisik: nafas memburu cepat, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat, dan gelisah.
2.    Tingkah laku yang meliputi: perasaan (bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa-apa, gelisah, merasa gagal, tak menarik, kehilangan semangat), kesulitan dalam (berkonsentrasi, berpikir jernih, membuat keputusan), hilangnya (kreativitas, gairah dalam berpenampilan, minat terhadap orang lain).
3.    Gejala-gejala di tempat kerja (kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat dan energi menurun, komunikasi tak lancar, pengambilan keputusan yang jelek, kreativitas dan inovasi berkurang, bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif).
Penyebab stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab karyawan, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja (Mangkunegara, 2002). Sedangkan faktor-faktor penyebab stres karyawan/pekerja dalam organisasi menurut Hasibuan (2007) antara lain:
1.    Beban kerja yang sulit dan berlebihan
2.    Tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar
3.    Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai
4.    Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja
5.    Balas jasa yang terlalu rendah
6.    Masalah-masalah keluarga
Menurut Handoko (2001), ada dua kategori penyebab stres yaitu on the job (dari perusahaan) dan off the job (dari luar perusahaan). Penyebab stres on the job, antara lain:
1.    Beban kerja yang berlebihan
2.    Tekanan atau desakan waktu
3.    Kualitas supervisi yang jelek
4.    Iklim politis yang tidak aman
5.    Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
6.    Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
7.    Frustasi
8.    Konflik antar pribadi dan kelompok
9.    Berbagai bentuk perubahan
Sedengkan penyebab stres off the job, antara lain:
1.    Kekhawatiran financial
2.    Masalah-masalah yang bersangkutan tidak baik
3.    Masalah-masalah fisik
4.    Masalah-masalah perkawinan
5.    Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6.    Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.
C.    Konsekuensi Stres
Menurut Suprihanto (2003) terdapat lima kategori konsekuensi stres, antara lain:
1.    Subjective Effects
Akibat subjektif ini berupa kecemasan, agresif, acuh tak acuh, kebosanan, depresi, kelelahan, frustasi, kemarahan, rendah diri, gugup, dan perasaan kesepian.
2.    Cognitive Effects
Akibat kognitif berupa ketidakmampuan untuk mengambil keputusan yang sehat, sulit berkonsentrasi, sangat peka terhadap kritik dan rintangan-rintangan mental.
3.    Behavior Effects
Akibat perilaku berupa kecendrungan manglami musibah, alkoholisme, akibat penggunaan obat-obatan, dan perilaku yang tidak rasional.
4.    Psychological Effects
Akibat fisiologis dapat berupa kenaikan denyut jantung, kenaikan kadar gula, tekanan dara tinggi, berkeringat, dan tubuh panas dingin.
5.    Organizational Effects
Akibat keorganisasian dapat berupa ketidakhadiran, produktivitas yang menurun (rendah), disingkirkan dari rekan sekerja, dan berkuragnya komitmen serta kesetiaan terhadap organisasi.
    Sedangkan menurut Robbins (2003) ada tiga kategori umum, antara lain:
1.    Gejala Fisiologis
Sebagian perhatian atas setres diarahkan ke gejala fisiologis. Hubungan antara setres dengan gejala fisiologis tertentu tidak jelas. Kalau memang ada pasti hanya ada sedikit hubungan yang konsisten. Ini terkait dengan kerumitan gejala-gejala itu dan kesulitan untuk secara objektif mengukurnya. Tetapi yang lebih relevan adalah fakta bahwa gejala fisiologis mempunyai relevansi langsung.
2.    Gejala Psikologi
Setres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Setres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Terbukti bahwa bila orang ditempatkan pada pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda dan berkomplik atau yang tidak ada kejelasan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab atas pekerjaan, setres dan ketidakpuasan akan meningkat.



3.    Gejala Perilaku
Gejala setres yang terkait dengan gejala prilaku mencakup perubahan produktivitas, absensi, dan tingkat keluar masuknya karyawan, kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alcohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur.

D.    Manajemen Stres
Manajemen stres merupakan program untuk membantu seseorang menghadapi stres. Melalui manajemen stres, individu dibekali pengetahuan dan keterampilan agar lebih sadar terhadap faktor-faktor penyebab stres dan  mengembangkan metode-metode stres yang efektif pemberian informasi dan teknik relaksasi progresif. Intervensi manajemen stres dibuat untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengelola sumber-sumber stres.
Manajemen setes adalah suatu keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi, mencegah, mengelola, dan memulihkan diri dari setres yang dirasakan karena adanya ancaman dan ketidakmampuan dalam  coping yang dilakukan (Smith, 2002). Tekhnik-tekhnik dalam manajemen setres ini sangat banyak. Tekhnik-tekhnik pengelolaan emosi seperi meditasi, yoga, relaksasi progresif; tekhnik untuk mengelola gaya hidup yang lebih baik dengan olahraga, makan teratur dan sehat, ataupun tidak mengkonsumsi alcohol atau rokok; serta teknik-teknik yang dilakukan untuk mengatasi aspek perilaku seperti kemampuan asertif atau manajemen waktu.
Teknik Relaksasi Progresif merupakan suatu keterampian yang dapat dipelajari dan digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan dan mengalami rasa nyaman tanpa tergantung pada hal atau subjek di luar dirinya. Teknik relaksasi progresif ini paling sesuai sebagai awal pelatihan. Kemudian, setelah terampil, dapat langsung diinstruksikan untuk rileks.

E.    Pengaruh Stres Dalam Organisasi
Sebuah organisasi, perusahaan, atau lembaga pendidikan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka aka menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh terasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak diantara karyawan di dalam organisasi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stres yang yang dialami oleh organisasi, perusahaan, dan lembaga pendidikan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan penyakit organisasi.
Respon manusia terhadap stres bersifat kompleks dan multidimensi. Suatu peristiwa yang berpotensi stres seperti mengerjakan suatu pekerjaan tertentu akan menimbulkan penilaian kognitif pribadi mengenai ancaman yang muncul dari peristiwa tersebut (misalnya tidak dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan atasan yang dapat membuat atasan marah). Bila peristiwa tersebut dipandang sebagai ancaman, stres akan memicu reaksi emosional, fisiologis, dan tingkah laku seseorang (Weiten, Lloyd, Dunn, Hammer, 2009). Berikut bagan respon multidimensional stres:

Peristiwa yang potensial memicu stres

Masalah dengan atasan, pekerjaan yang berat, konflik, perbahan, atau tekanan
Penilaian Kognitif Pribadi

Penilaian primer dan sekunder terhadap ancaman yang dipengaruhi oleh keterbiasaan dengan peristiwa yang dihadapi, kemampuan mengendalikan, kemampuan prediksi, dsb
Respon Emosional: Jengkel, marah, takut, cemas, kecewa, sedih, merasa bersaalah, malu, jijik, iri
Respon Fisiologis: Autonomic, arousal,fluktuasi hormonal, perubahan neurochemical, dsb
Respon Perilaku: Upaya coping, seperti menyerang orang lain, menyalahkan diri sendiri, mencati bantuan, memecahkan masalah, dan mengekspersikan emosi.









Gambar 1. Bagan Respon Multidimensional terhadap Stres
    Menurut Lester dan Brower (2001) kombinasi berbagai stres di tempat keja maupun di luar tempat kerja dapat menimbulkan tegangan atau stres, mempengaruhi moral dan menurunkan kualitas kerja.  Menurut Selye (1956) stres kerja dapat mengurangi konsentrasi seseorang menurunkan produktivitas, peningkatan frekuensi kesalahan pada pekerjaan, tingginya tingkat cedera pada pekerjaan, tingginya tingkat absensi dan lekas marah serta meningkatkan konflik dengan rekan kerja dan supervisor.
    Semua orang berjuang menghadapi beberapa pemicu stres tiap hari. Sebagaian besar stres tidak menjadi masalah dalam organisasi, karena individu tersebut mampu menyesuaikan diri dengan baik. Namun ketika stres ada tuntutan menumpuk, seseorang mungkin mengalami hambatan dalam proses penyesuaian dirinya dalam menyelesaikan pekerjaanya dan hal ini dapat menimbulkan efek negatif.
    Menurut Weiten, Lloyd, Dunn, dan Hammer (2009) menyebutkan beberapa efek negatif dari stres antara lain:
1.    Gangguan pada performa dan produktivitas kerja
Tekanan pada seseorang untuk menampilkan dirinya seringkali menggangu konsentrasi mereka. Gangguan konsentrasi bisa terjadi karena perhatian teralihkan dari tuntutan tugas atau menyebutkan mereka terlalu banyak memusatkan perhatian pada tugas, sehingga mereka berlikir terlalu banyak tantangan apa yang sedang mereka lakukan.
2.    Gangguan pada fungsi kognitif
Stres dapat menurunkan efisiensi daya ingat yang memungkinkan seseorang untuk menghilangkan informasi yang muncul pada saat itu. Oleh karena itu seseorang mungkin tidak dapat memproses, memanipulasi atau mengintegrasi informasi baru secara efektif dalam situasi stres.
    Jadi, adanya stres kerja yang tinggi akan dapat menurunkan kinerja individu di organisasi yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja, karena individu mengalami ketegangan pikiran dan akan membuat permasalahan tersebut menjadi beban pikirannya. Namun apabila stres itu rendah, maka individu dapat menjadikan permasalahan itu menjadi tantangan, sehingga stres kerja akan dapat diminimalisir dan akan dapat meningkatkan kinerja dalam organisasi dan memberikan pengaruh yang baik dalam organisasi.

F.    Tips Jitu Mengelola Stres Dalam Organisasi
Menurut (Hariandja) ada beberapa pedoman untuk menanggulangi stres antara lain:
1.    Mengelola waktu
Waktu yang kita miliki terbatas, sehingga bilamana kita menghadapi berbagai tuntutan dapat mengakibatkan stres. Tetapi bilamana waktu diatur dengan baik, akan dapat menyelesaikan berbagai pekerjaan dengan lebih efektif. Beberapa prinsip yang dapat dipegang adalah :
a.    Membuat daftar mengenai aktivitas yang harus dilakukan
b.    Menentukan prioritas aktivitas berdasarkan kepentingan dan urgensinya.
c.    Menentukan waktu pelaksanaan sesuai dengan prioritas.
2.    Latihan fisik
Melakukan berbagai kegiatan fisik yang menyenangkan seperti jogging, jalan kaki, naik sepeda, bermain tenis, bermain golf.
3.    Relaksasi
Sebuah kegiatan menenangkan pikiran untuk mencapai suatu situasi dimana semua komponen tubuh istirahat dan relaks, yang dapat digunakan beberapa menit, kurang lebih 20 menit setiap hari, yang dilakukan dengan cara:
a.    Duduk santai dengan mata tertutup disebuah tempat yang sepi.
b.    Secara perlahan-lahan menyebutkan kata-kata atau kalimat yang mendamaikan pikiran dan perasaan secara berulang-ulang.
4.    Menarik nafas panjang secara santai melalui hidung dan mengeluarkanya lewat mulut.
5.    Menghindari pikiran-pikiran yang mengganggu dengan sikap mental menerima.
6.    Terbuka pada orang lain
Mendiskusikan secara terbuka dengan orang lain tentang masalah-masalah, ketakutan yang dihadapi, dan lain-lain.
7.    Pace Yourself
Rencanakan hari-hari kita secara fleksibel. Tidak melakukan dua hal dalam waktu yang bersamaan, bersikap tenang, tidak terburu-buru, dan berpikir sebelum bereaksi.

Alternatif Solusi Mengatasi Setres
1.    Merencanakan dengan baik aktivitas yang akan dilakukan: apa, mengapa, bagaimana, kapan dan siapa yang akan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas.
2.    Mengingat kembali kejadian masa lalu ketika mendapati masalah-masalah dalam pekerjaan. Mengingat kembali cara-cara yang digunakan dalam mengatasi masalah yang pernah di alami.
3.    Ikut membangun iklim kerja yang menyenangkan dengan cara bersikap terbuka dan transparan berkomunikasi yang baik dengan teman sekerja.
4.    Pastikan mengerti terhadap tugas dan tanggung jawab yang dipegang, jangan ragu untuk bertanya jika ada yang tidak dimengerti.
5.    Miliki sikap toleransi dengan teman rekan kerja. Karena masing-masing individu memiliki pribadi yang unik.
6.    Pertahankan semangat tim dengan melakukan perayaan-perayaan kecil, mungkin dengan melakukan olahraga bersama atau makan bersama.
7.    Ambil waktu 5 menit untuk tertawa. Karena tertwa dapat mengurangi hormon setres.
8.    Dapatkan udara yang segar.
9.    Luangkan waktu untuk tidur.
10.    Ingat kembali apa yang memotivasi anda untuk bekerja.




Daftar Rujukan

Handoko, H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Hariandja, E. 2002. Manajemen Sumberdaya Manusia Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: Grasindo.

Hasibuan, M. S. P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Ivancevich, J. M. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Alih Bahasa oleh Gina Genia. 2006. Jakarta: Erlangga.

Mangkunegara, A. P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rivai, V. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Robbins, S. P. & Mary, C. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia.

Suprihanto, J. 2003. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Umar, H. 2004. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Selye, H. (1956). The Stress Life. New York: Mc-Graw Hill.

Smith, J. C. (2002). Sress Management: A Comprehensive Handbook of Techniques and Strategies. New York: Springer Publishing Company, Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar