Kamis, 01 Mei 2014

PERILAKU INDIVIDU


MEMBUAT BUKU MENGENAI PERILAKU INDIVIDU


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku & Kepemimpinan Organisasi
yang di bina oleh Bapak Dr. Imron Arifin, M.Pd & Dr. Sultoni, M. Pd







Oleh




Yes Matheos L. Malaikosa
130132809795
Bayu Indra Permana
130132809792





UniversitasNegeriMalang(UNM)02.jpg







UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Maret, 2014

Model-Model Implementasi Kebijakan



1.      Model Hogwood dan Gunn
proposisi-proposisi  menurut Hogwood dan Gunn (dalam  Rochyati) untuk mencapai implementasi yang sempurna bagi para pembuat kebijakan, sebagai berikut :
a)    Situasi di luar badan/organisasi pelaksana tidak menimbulkan kendala-kendala besar bagi proses implementasi
b)   Tersedia cukup waktu dan cukup sumberdaya untuk melaksanakan program
c)    Tidak ada kendala dalam penyediaan keseluruhan sumberdaya yang dibutuhkan, termasuk sumberdaya yang dibutuhkan dalam setiap tahapan implementasi.
d)   Kebijakan yang akan diimplementasikan didasarkan pada teori sebab-akibat yang valid.
e)    Hubungan sebab-akibat tersebut hendaknya bersifat langsung dan sesedikit mungkin ada hubungan antara (intervening variable.
f)    Diimplementasikan oleh lembaga tunggal yang tidak bergantung pada lembaga-lembaga lainnya, namun jikapun melibatkan lembaga lainnya, hendaknya hubungan kebergantungan antar lembaga  tersebut sangat minim.
g)   Adanya pemahaman yang menyeluruh dan kesepakatan atas tujuan yang hendak dicapai dan kondisi ini harus ada dalam seluruh proses implementasi  .  
h)   Dalam rangka mencapai tujuan yang telah disepakati, adalah mungkin untuk menspesifikasikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak yang terlibat,  dalam urutan langkah –langkah pelaksanaan secara lengkap, detail dan sempurna.
i)     Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna antara berbagai elemen yang terlibat dalam program,
j)      Bahwa yang berwenang dapat menuntut dan menerima kepatuhan yang sempurna.
2.      Model Edward
Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output, outcome). Yang termasuk aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi dan lain-lain.
Ke empat variabel tersebut adalah : 1. Komunikasi; 2. Sumberdaya; 3. Disposisi atau Sikap Pelaksana; 4. Struktur Birokrasi, yang keseluruhannya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi. Dalam gambar geometris pendekatan tersebut tampak pada gambar





 






Model Implementasi Kebijakan pendidikan Menurut Edward
3.      Model Mazmanian dan Sabatier


4. model van Meter dan Van Horn
            Donald Van meter dan Carl Van Horn (1975), mengemukakan model implementasi kebijakan pendidikan yang disebut “model proses implementasi kebijakan”. Teori keduanya beranjak dari suatu argumentasi bahwa keduanya menegaskan bahwa perubahan, control dan kepatuhan bertindak . model Van meter don van horn merupakan model yang paling klasik. Model ini mengandaikan bahwa. Beberapa variabel yang dimasukan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan pendidikan variable-variabel tersebut yaitu:
  1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan
  2. Sumber daya
  3. Karakteristik organisasi pelaksana
  4. Sikap para pelaksana
  5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
  6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
http://kertyawitaradya.files.wordpress.com/2010/04/model-van-horn.jpg?w=300&h=171

5. Model Goggin, Bowman dan Lester
Malcolm Goggin Ann Bowman, dan James Lester  (1990), mengembangkan apa yang disebutnya sebagai  “model komunikasi” untuk implementasi kebijakan (pendidikan), yang disebutnya sebagai  “generasi ketiga model implementasi kebijakan” Goggin, Bowman dan Lester, bertujuan mengembangkan sebuah model implementasi kebijakan yang lebih ilmiah dengan mengedepankan pendekatan metode penelitian dengan adanya variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan komunikasi sebagai penggerak dalam implementasi kebijakan.
6. model grindle
Merilee S. Grindle (1980), sebagaimana dikemukakan samodra wibawa (1994), mengajukan model implementasi yang ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Dengan demikian, ide dasarnya adalah bahwa keberhasilanya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan pendidikan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut:
1.      Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan pendidikan
2.      Jenis manfaat yang akan dihasilkan
3.      Derajat perubahan yang diinginkan
4.      Kedudukan pembuat kebijakan pendidikan
5.      (siapa) pelaksanaan program pendidikan
6.      Sumber yang dikerahkan
Sedangkan konteks implementasinya ialah:
1.      Kekuasaan, kepentingan, dan strategi actor yang terlibat
2.      Karakteristik lembaga dan penguasa
3.      3. Kepatuhan dan daya tanggap
Keunikan model grindle terletak pada pemahamannya yang komprehensif akan konteks kebijakan. Khususnya ynag menyangkut dengan implememntor
7.      Model Elmore, dkk
Model yang disusun Richard elmore (1979), Michael lipsky (1971), dan benny Hjern dan david O’porter (1981),ini dimulai dari mengidentifikasi jaringan actor yang terlibat dalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka . model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan pendidikan yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasinya atau tetap melibatkan pejabat pemerintahan namun hanya di tataran rendah. Oleh karena itu kebijakan pendidkan yang dibuat harus sesuai dengan harapan keinginan public yang menjadi target atau kliennya. Kebijakan model ini biasanya diprakarsai oleh masyarakat, baik secara langsung maupun melalui organisai-organisasi non pemerintah
8.      Model nakamura dan smallwood
Nakamuran dan smallwood (1980) mengembangkan model implementasi kebijakan (pendidikan) yang disebutnya environments influencing implantation, yang teridri atas tiga elemen dan masing-masing mempunyai actors and arenas
Elemen ketertarikan implementasi kebijakan
Policy environments
function
Environments I
Policy formation
Environments II
Policy implementation
Environments III
Policy evaluation

9.      Model jaringan
Model jaringan (riant nugroho,2009), memahami  bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah complex of interaction process diantara sejumlah besar actor yang berada dalam suatu jaringan actor-aktor yang independent. Menurut model ini, semua aktir dalam jaringan relative otonom, artinya mempunyai tujuan masing-masing yang berbeda. Tidak ada actor yang menjadi coordinator.

Mulyono. Model  Proses Implementasi Kebijakan Van Meter and Van Horn. (online) http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/29/model-proses-implementasi-kebijakan-van-meter-and-van-horn/. Diakses 14 februari 2014
Rawita, I. S. 2010. kebijakan Pendidikan teori, implementasi dan Monev. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta

PANGUMPULAN DATA KUALITATIF



PANGUMPULAN DATA KUALITATIF
1.      Observasi
Observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Bungin (2007) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3). observasi kelompok. Berikut penjelasannya:
a.       Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang  digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.
b.      Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.
c.       Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian
Tujuan Observasi
     Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dan perspektif mereka terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual, sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan.
Observasi perlu dilakukan karena beberapa alasan, yaitu:
a.       Memungkinan untuk mengukur banyak perilaku yang tidak dapat diukur dengan menggunakan alat ukur psikologis yang lain (alat tes). Hal ini banyak terjadi pada anak-anak.
b.      Prosedur Testing Formal seringkali tidak ditanggapi serius oleh anak-anak sebagaimana orang dewasa, sehingga sering observasi menjadi metode pengukur utama.
c.       Observasi dirasakan lebih mudah daripada cara peugumpulan data yang lain. Pada anak-anak observasi menghasilkan informasi yang lebih akurat daripada orang dewasa. Sebab, orang dewasa akan memperlihatkan perilaku yang dibuat-buat bila merasa sedang diobservasi
Teknik Observasi
Ada tiga jenis teknik pokok dalam observasi yang masing-masing umumnya cocok untuk keadaan-keadaan tertentu, yaitu:
a.      Observasi Partisipan
Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang rnengadakan observasi (observer) turut ambil bagian dalam perikehidupan observer. Jenis teknik observasi partisipan umumnya digunakan orang untuk penelitian yang bersifat eksploratif. Untuk menyelidiki satuan-satuan sosial yang besar seperti masyarakat suku bangsa karena pengamatan partisipatif memungkinkankan peneliti dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan observer, sehingga memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci dan detail terhadap hal-hal yang akan diteliti.
Beberapa persoalan pokok yang perlu mendapat perhatian yang cukup dan seorang participant observer adalah sebagai berikut:
Ø   Metode Observasi
     Persoalan tentang metode observasi sama sekali tidak dapat dilepaskan dari scope dan tujuan penelitian yang hendak diselenggarakan. Observer perlu memusatkan perhatiannya pada apa yang sudah diterangkan dalam pedoman observasi (observation guide) dan tidak terlalu insidental dalam observasi-observasinya.
Ø   Waktu dan Bentuk Pencatatan
     Masalah kapan dan bagaimana mengadakan pencatatan adalah masalah yang penting dalam observasi partisipan. Sudah dapat dipastikan bahwa pencatatan dengan segera terhadap kejadian-kejadian dalam situasi interaksi merupakan hal yang terbaik.
     Pencatatan on the spot akan mencegah pemalsuan ingatan karena terbatasnya ingatan. Jika pencatatan on the spot tidak dapat dilakukan, sedangkan kelangsungan situasi cukup lama, maka perlu dijalankan pencatatan dengan kata-kata kunci. Akan tetapi pencatatan semacam ini pun harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak menarik perhatian dan tidak menimbulkan kecurigaan. Pencatatan dapat dilakukan, misalnya pada kertas-kertas kecil atau pada kertas apa pun yang kelihatannya tidak berarti.
Ø    Intensi dan Ekstensi Partisipasi
     Seacara garis besar, partisipasi tidaklah sama untuk semua penelitian dengan observasi partisipan ini. Peneliti dapat mengambil partisipasi hanya pada beberapa kegiatan sosial (partial participation), dan dapat juga pada semua kegiatan(full particiration). Dan, dalam tiap kegiatan itu penyelidik dapat turut serta sedalam-dalamnya (intensive participation) atau secara minimal (surface participation). Hal ini tergantung kepada situasi.
     Dalam observasi partisipan, observer berperan ganda yaitu sebagai pengamat sekaligus menjadi bagian dan yang diamati. Sedangkan dalam observasi nonpartisipan, observer hanya memerankan diri sebagai pengamat. Perhatian peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam, memotret, mempelajari, dan mencatat tingkah laku atau fenomena yang diteliti. Observasi nonpartisipan dapat bersifat tertutup, dalam arti tidak diketahui oleh subjek yang diteliti, ataupun terbuka yakni diketahui oleb subjek yang diteliti.
b.      Observasi Sistematik
     Observasi sistematik biasa disebut juga observasi berkerangka atau structured observation. Ciri pokok dari observasi ini adalah kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah di atur kategorisasinya lebih dulu dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-kategori itu.
Ø   Materi Observasi
     Isi dan luas situasi yang akan diobservasi dalarn observasi sistematik umumnya lebih terbatas. Sebagai alat untuk penelitian desicriptif, peneliti berlandaskan pada perumusan-perumusan yang lebih khusus. Wilayah atau scope observasinya sendiri dibatasi dengan tegas sesuai dengan tujuan dan penelitian, bukan situasi kehidupan masyarakat seperti pada observasi partisipan yang umumnya digunakan dalam penelitian eksploratif.
Perumusan-perurnusan masalah yang hendak diselidikipun sudah dikhususkan, misalnya hubungan antara pengikut, kerjasama dan persaingan, prestasi be1aar, dan sebagainya. Dengan begitu kebebasan untuk memilih apa yang diselidiki sangat terbatas. Ini dijadikan ciri yang membedakan observasi sistematik dan observasi partisipan.
Ø   Cara-Cara Pencatatan
     Persoalan-persoalan yang telah dirumuskan secara teliti memungkinkan jawaban-jawaban, respons, atau reaksi yang dapat dicatat secara teliti pula. Ketelitian yang tinggi pada prosedur observasi inilah yang memberikan kemungkinan pada penyelidik untuk mengadakan “kuantifikasi” terhadap hasil-hasil penyelidikannya. Jenis-jenis gejala atau tingkah laku tertentu yang timbul dapat dihitung dan ditabulasikan. Ini nanti akan sangat memudahkan pekerjaan analisis hasil.
c.       Observasi Eksperimental
     Observasi dapat dilakukan dalam lingkup alamiah/natural ataupun dalam lingkup experimental. Dalam observasi alamiah observer rnengamati kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan perilaku-perilaku observe dalam lingkup natural, yaitu kejadian, peristiwa, atau perilaku murni tanpa adanya usaha untuk menguntrol.
Observasi eksperimental dipandang sebagai cara penyelidikan yang relatif murni, untuk menyeidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku manusia. Sebab faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku observee telah dikontrol secermat-cermatnya, sehingga tinggal satu-dua faktor untuk diamati bagaimana pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi tertentu terhadap tingkah laku.
Ciri-ciri penting dan observasi eksperimental adalah sebagai berikut :
ü  Observer dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seseragam mungkin untuk semua observee.
ü  Situasi dibuat sedemikian rupa, untuk memungkinkan variasi timbulnya tingkah laku yang akan diamati oleh observee.
ü  Situasi dibuat sedemikian rupa, sehingga observee tidak tahu maksud yang sebenannya dan observasi.
ü  Observer, atau alat pencatat, membuat catatan-catatan dengan teliti mengenai cara-cara observee mengadakan aksi reaksi, bukan hanya jumlah aksi reaksi semata.